Senin, 11 Februari 2008
Anggota DPR Tak Paham Ekonomi Syariah, RUU Jadi Lamban
Hal itu disampaikan angota DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Nursanita Nasution, dalam acara seminar ekonomi syariah 2008, yang merupakan rangkaian kegiatan Festival Ekonomi Syariah (FES) Bank Indonesia Yogyakarta, di Universitas Gadjah Mada (UGM), Sabtu (9/2). Acara ini juga menghadirkan Dahlan Siamat dan Departemen Keuangan dan Mulya Siregar dari Bank Indonesia selaku pembicara.
RUU Perbankan Syariah sudah mulai dibahas sejak tahun 2005, dan sampai sekarang belum selesai. Sebenarnya tidak ada pertentangan ideologi dalam menyelesaikan peraturan tersebut. Kelambanan lebih disebabkan ketidakpahaman anggota DPR tentang konsep ekonomi Islam. Akibatnya, pembahasan selalu diwarnai perdebatan yang tidak esensial, katanya.
Selain pemahaman yang minim, lanjut Nursanita, anggota DPR juga lebih antusias membahas RUU Pajak. Padahal, RUU Perbankan Syariah seharusnya mendapat prioritas karena perkembangannya sudah pesat. Sekarang kita masih menginduk pada UU Nomor 10 tentang Perbankan yang membolehkan dual banking system. Mudah-mudahan akhir Juli RUU Perbankan Syariah bisa selesai, katanya.
(Kompas, Minggu, 10 Februari 2008 | 18:23 WIB)
Komentar saya:
Fakta itu lah barangkali yang menjadi keprihatinan mendalam bagi segenap komponen masyarakat Indonesia yang tengah berharap ekonomi syariah mampu berkembang di negeri tercinta ini. Apa yang tengah menjadi fokus bagi wakil rakyat ? Jika ingin RUU Syariah menjadi produk yang bermanfaat dan berdaya guna, selayaknya perjuangan itu tidaklah setengah-setengah. Melainkan betul-betul digarap dengan komitmen dan dedikasi yang tinggi. Pembuat regulasi haruslah kompeten, karenanya pembelajaran secara berkelanjutan mengenai hukum dan dan segala urusan muamalah ekonomi syariah harus terus dilakukan. Memahami substansi melebihi bentuk. Meluruskan niat setiap usaha yang dilakukan untuk memperjuangkan keadilan dan kebenaran, bukan sekedar untuk pemenuhan kebutuhan duniawi dan aspirasi politik individu (kelompok).
Bukanlah idealisme yang hendak ditonjolkan, namun usaha keras untuk melakukan perbaikan secara terus-menerus.
Dari fakta tersebut kita dapat belajar, bahwa penegakan ekonomi syariah membutuhkan basis masyarakat yang amanah. Amanah yang disandang para anggota dewan dan seluruh komponen penyelenggara pemerintahan, semoga dipikul dengan segenap tanggungjawab dan keikhlasan. Semoga mereka yang mengemban amanah mendapatkan rezeki terbaik dari sisi Allah SWT.
Senin, 04 Februari 2008
Mengadopsi IFRS berkarakteristik Indonesia
Pengadopsian Internasional Financial Reporting Standards (IFRS) dibanyak negara, mengikuti pola yang berbeda tanpa memperlihatkan apakah negara tersebut mengikuti Code Law atau Anglo-Saxon Accounting. Untuk negara tertentu, seperti Inggris pengaruh IFRS tidak terlalu besar, namun untuk negara lain, akan terjadi perubahan yang sangat besar.
Untuk Indonesia mengadopsi secara penuh seperti Australia sangat tidak mungkin. Adopsi jika hanya untuk yang cross-border listing saja tentu mengakibatkan tidak komparabelnya perusahaan Indonesia yang cross-border listing dengan yang domestik.
Adopsi yang mungkin adalah adopsi model ketiga yang dapat diakui dunia internasional, namun mempunyai karakteristik yang cocok dengan kita. Kata kuncinya disini adalah taylor-made namun memenuhi kebutuhan internasional serta dapat melepaskan diri dari tekanan dunia internasional.
Pengapdosian IFRS semestinya diikuti pula dengan pengapdosian standar pengauditan internasional. Standar pelaporan keuangan perusahaan tidak akan mendapatkan pengakuan tinggi, bila standar yang digunakan untuk pengauditan masih standar lokal.
Internasional Standards on Auditing (ISA) merupakan standar auditing internasional yang juga harus diadopsi agar kualitas pelaporan keuangan berstandars internasional sekaligus mendapat pengakuan.
Terdapat dua hal penting bagi profesi. Pertama adanya kesadaran akuntan untuk berperilaku professional dan menjunjung tinggi etika profesi. Semakin pandai seorang akuntan, semakin berbahaya bila tidak memiliki rambu etika yang jelas.
Skandal akuntansi seperti Enron, Xerox, Merck dapat terjadi bila akuntan kehilangan kesadaran untuk berperilaku profesional dan menjunjung tinggi etika profesi akuntan (Indra Wijaya, Dosen FEB UGM).
Kedua, adanya regulator yang memiliki kekuatan untuk memaksa semua perusahaan dan akuntan untuk memenuhi aturan. Tanpa itu, standar apapun hanyalah akan menjadi dokumen yang tidak akan mencapai tujuan yang diinginkan.
Mengambil pendapat Brown dan Tarca (2005), bahwa keduanya telah mengingatkan meski manfaat pengadopsian IFRS secara teoritis sudah jelas untuk meningkatkan kualitas dan daya banding pelaporan keuangan, namun tujuan ini tidak akan tercapai tanpa regulatory oversight yang ketat.
(www.ugm.ac.id)
AUDITING: DSAK IAI Merevisi 5 PSAK
DSAK IAI telah merevisi dan mengesahkan lima PSAK. Revisi tersebut dilakukan dalam rangka konvergensi dengan IAS dan IFRS.
Tiga dari revisi PSAK tersebut berlaku efektif sejak tanggal 1 Januari 2008 yaitu:
- PSAK No.13 tentang Akuntansi untuk Investasi berubah menjadi Properti Investasi,
- PSAK No.16 tentang Aktiva Tetap dan Aktiva Lain-lain berubah menjadi Aset Tetap, serta
- PSAK No.30 tentang Akuntansi Sewa Guna Usaha berubah menjadi Sewa.
Sementara 2 standar lainnya yaitu PSAK No.50 tentang instrument keuangan:
- Penyajian dan Pengungkapan yang menggantikan Akuntansi Instrumen Derivatif dan Akuntansi Hedging mulai berlaku efektif sejak tanggal 1 Januari 2009.
Kelima PSAK tersebut dalam revisi terakhirnya sebagian besar sudah mengacu ke IAS/IFRS, walaupun terdapat sedikit perbedaan terkait dengan belum diadopsinya PSAK lain yang terkait dengan PSAK tersebut.
Dengan adanya penyempurnaan dan pengembangan PSAK secara berkelanjutan dari tahun ke tahun, saat ini terdapat tiga PSAK yang pengaturannya sudah disatukan dengan PSAK terkait yang terbaru sehingga nomor PSAK tersebut tidak berlaku lagi, yaitu:
- PSAK No.9 (Revisi 1994) tentang Penyajian Aktiva Lancar dan Kewajiban Jangka Pendek pengaturannya disatukan dalam PSAK No.1 (Revisi 1998) tentang Penyajian Laporan Keuangan;
- PSAK No.17 (Revisi 1994) tentang Akuntansi Penyusutan pengaturannya disatukan dalam PSAK No.16 (Revisi 2007) tentang Aset Tetap;
- PSAK No.20 tentang Biaya Riset dan Pengembangan (1994) pengaturannya disatukan dalam PSAK No.19 (Revisi 2000) tentang Aset Tidak Berwujud
(Journal Online, Herdi, www.google.com)
Tentang IFRS
INTERNATIONAL FINANCIAL REPORTING STANDARDS (IFRS)
Upaya untuk memperkuat arsitektur keuangan global dan mencari solusi jangka panjang terhadap kurangnya transparansi informasi keuangan, membuat IASB melakukan percepatan harmonisasi Standar Akuntansi Internasional khususnya IFRS yang dibuat oleh IASB dan FASB (Badan Pembuat Standar Akuntansi di Amerika Serikat).
Tujuan IFRS adalah memastikan bahwa laporan keuangan dan laporan keuangan interim perusahaan untuk perioda-perioda yang dimaksud dalam laporan keuangan tahunan, mengandung informasi berkualitas tinggi yang:
1. Transparan bagi para pengguna dan dapat dibandingkan (comparable) sepanjang periode yang disajikan
2. Menyediakan titik awal yang memadai untuk akuntansi yang berdasarkan pada IFRS.
3. Dapat dihasilkan dengan biaya yang tidak melebihi manfaat untuk para pengguna
RUANG LINGKUP STANDAR
Standar ini berlaku apabila sebuah perusahaan menerapkan IFRS untuk pertama kalinya melalui suatu pernyataan eksplisit tanpa syarat tentang kesesuaian dengan IFRS. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa laporan keuangan keuangan perusahaan yang pertama kalinya berdasarkan IFRS (termasuk laporan keuangan interim untuk periode pelaporan tertentu) menyediakan titik awal yang memadai dan transparan kepada para pengguna dan dapat dibandingkan sepanjang seluruh periode disajikan.
KONSEP POKOK
- Tanggal pelaporan (reporting date) adalah tanggal neraca untuk laporan keuangan pertama yang secara eksplisit menyatakan bahwa laporan keuangan tersebut sesuai dengan IFRS (sebagai contoh 31 Desember 2006).
- Tanggal transisi (transition date) adlah tanggal neraca awal untuk laporan keuangan komparatif tahun sebelumnya (sebagai contoh 1 Januari 2005, jika tanggal pelaporan adalah 31 Desember 2006).
Pengecualian untuk penerapan retrospektif IFRS terkait dengan hal-hal berikut:
1. Penggabungan usaha sebelum tanggal transisi
2. Nilai wajar jumlah penilaian kembali yang dapat dianggap sebagai nilai terpilih
3. Employee benefits
4. Perbedaan kumulatif atas translasi (penjabaran) mata uang asing, muhibah (goodwill), dan penyesuaian nilai wajar
5. Instrument keuangan termasuk akuntansi lindung nilai (hedging)